(JIBI/Solopos/ Ardiansyah Indra Kumala) |
dianggap sebagai milik rakyat. Sejak masa lalu pada setiap gelaran kirab pusaka banyak masyarakat yang mengikuti prosesi, mulai dari keluarnya pusaka sampai kembali ke istana. "Kalangan Pura Mangkunegaran sadar, tradisi menyambut tahun baru Jawa sudah menjadi milik masyarakat. Bahkan kalangan istana memandang ritual khas Jawa itu dapat dikemas untuk obyek wisata, tetapi nilai-nilai sakral dan magisnya tetap dipertahankan. Jadi, sekarang masyarakat luas juga boleh ikut ritual semedi di dalam istana dengan tetap mengikuti aturan yang ditentukan," jelasnya. Didampingi Sekretaris Panitia Kirab Pusaka, Joko Pramudyo dan anggota Komisi VI DPR-RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima, Roy menyatakan, dalam prosesi kirab pusaka akan ada acara-acara tambahan yang tidak mengurangi kesakralan tradisi adat tersebut. Masyarakat di sekeliling istana di Kampung-kampung Keprabon, Ketelan, Kestalan, Kusumoyudan dan sebagainya, akan dilibatkan dengan membawa obor dari bambu untuk menggantikan listrik penerangan jalan umum yang selama kirab semua akan dimatikan. "Di antara acara tambahan itu, setelah pusaka dikirab keliling istana, Sri Paduka Mangkunegoro IX akan menebar udik-udik berupa uang. Itu sebagai simbol kekayaan istana tidak hanya dinikmati kerabat dan sentana, namun juga seluruh rakyat. Pada menjelang tengah malam sebelum semedi juga dibagikan nasi sebagai simbol semacam zakat maal dari raja," katanya. Joko Pramudyo menambahkan, puncak ritual tradisi adat menyambut tahun baru Jawa di Pura Mangkunegaran, adalah pasemeden selama satu jam pada tengah malam. Selama berlangsungnya semedi, seluruh lampu penerangan dimatikan, seluruh bunyi-bunyian terutama televisi, radio, tape dan sebagainya dimatikan untuk menciptakan suasana hening. "Dalam suasana hening itu, digunakan para kerabat, sentana, abdi dalem dan semua peserta untuk melakukan mawas diri dan berdoa. Sekarang bukan hanya yang di dalam tembok istana yang didoakan, tetapi seluruh bangsa dan negara Indonesia," tuturnya. Aria Bima menambahkan, dalam empat kali dia mengikuti tradisi adat menyambut tahun baru Jawa di Pura Mangkunegaran, menunjukkan tradisi yang awalnya hanya milik istana sekarang menjadi inklusif. Menurut dia, keterlibatan masyarakat luas akan semakin menguatkan upaya pelestarian tradisi adat budaya leluhur tersebut. "Kalau prosesi kirab pusaka dikemas sebagai obyek wisata, akan menjadi salah satu ikon bagi Kota Solo. Karena dalam sejarah Kota Solo berasal dari kerajaan besar, Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran," ungkapnya. Dalam rangkaian tradisi menyambut tanggal 1 Suro 1949 tersebut, para ulama Pura Mangkunegaran juga akan menggelar semaan al Quran dan tadarusan di Masjid al Wustho. Seluruh rangkaian ritual untuk merayakan tahun baru Jawa itu, sekaligus dikaitkan dengan peringatan jumenengan atau naik tahtanya Sri Paduka Mangkunegoro IX yang jatuh pada bulan Suro (Tok Suwarto/A-89)***
- Sumber : Pikiran Rakyat